Dinilai Menabrak Aturan, Begini Kata Pengamat Hukum Soal Program Sekolah Ibu


B-CHANNEL, KOTA BOGOR– Belum adanya payung hukum maupun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) program Sekolah Ibu dengan anggaran Rp4,8 miliar pada 2018 dan Rp10,2 miliar di 2019 mendatang, kembali disorot.

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dwi Arsywendo menilai bahwa pelaksanaan program Sekolah Ibu diduga telah menabrak aturan dan bentuk penyalahgunaan wewenang lantaran kegiatan berjalan tanpa payung hukum, dan menggunakan anggaran negara.

“Itu jelas bertentangan dengan pasal 3 Undang Undang nomor 31 Tthun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001, dengan anca.a  pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00,” jelas Dwi melalui keterangan tertulisnya, Selasa (28/8/18).

Dwi memaparkan, yang dimaksud penyalahgunaan wewenang dalam hukum administrasi, yakni tindakan tersebut benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lain.

“Atau berarti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana,” tuturnya.

Dwi menegaskan, apabila pemerintah berdalih bahwa Sekolah Ibu adalah program pemberdayaan masyarakat, seharusnya direncanakan melalui Musrenbang, kemudian baru dianggarkan melalui DPRD.

“Jadi tak bisa dilakukan menggunakan kebijakan walikota, karena rujukan Perwali 36 tahun 2018 adalah Permendagri nomor 4 tahun 2010. Tapi perlu diperhatikan di permendagri itu hanya sebatas pelimpahan kewenangan, sehingga tidak sinkron kalau perwali tersebut dipergunakan sebagai dasar hukum,” paparnya.

Menurut dia, anggaran program pemberdayaan perempuan sendiri sudah diposkan di PKK serta dinas terkait. “Sekarang kenapa mesti dianggarkan kembali, kan tiap tahun juga ada. Lantas kemana dananya. Untuk apa ada program PKK kalau dibuat Sekolah Ibu,” kata Dwi.

Dwi menyarankan, agar pemerintah sebaiknya merancang program character building untuk perempuan dan menjadikan PKK sebagai leading sector. “Toh nantinya yang bergerak di Sekilah Ibu adalah kader PKK,” ucapnya.

Sebelumnya, Kepala Bidang Sosial Budaya dan Pemerintahan pada Bappeda, Rudiyana menyatakan bahwa secara umum Sekolah Ibu dasar hukum yang digunakan adalah Perwali nomor 77 tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Kelurahan (Berita Daerah Kota Bogor Tahun 2014 Nomor 37 Seri D).

“Perwali nomor 26 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan  Pengarusutamaan Gender  Kota Bogor. Perwali nomor 48 Tahun 2017 Tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) Kota Bogor,” ungkapnya.

Kata dia, Sekolah Ibu adalah program pemberdayaan perempuan, merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat. Dimana pembiayaan yang bersumber dr APBD bersifat stimulan. Artinya, dalam pelaksanaannya juga membutuhkan partisipasi masyarakat.

“Sudah dibahas Perwali tentang Juklak dan Juknis Sekolah Ibu yang belum diatur dalam aturan diatas. Program itu adalah suatu cara humanis pemkot dalam upaya untuk mewujudkan masyarakat harmonis, sehat, lingkungan bersih, derajat pendidikan lebih baik dan kesejahteraan yang meningkat dimulai dari keluarga, dimana ibu memegang peran dominan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, kata dia, perwali yang sedang dirancang tentu akan memperkuat ketentuan sebelumnya serta pelaksaan Sekolah Ibu saat ini dan yang akan datang. (*)

No comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *