B-CHANNEL, BOGOR– Suatu hari, tinggallah seorang petani di suatu desa yang masih dipenuhi pepohonan yang rimbun nan rindang. Desa tersebut jauh dari hiruk pikuk bising kendaraan dan keramaian kota. Jernihnya udara desa yang diiringi oleh semilir angin yang sejuk. Petani yang selalu mengandalkan dari hasil bertani dan berladang, petani yang selalu beraktivitas dari pagi hingga petang. Pada saat petani ingin pergi ke sawahnya, ia mengawali aktivitas dengan mempersiapkan segala keperluan untuk bercocok tanam. Pada saat itu petani termenung mengingat dimana saat kecil hasil pertanian orang tuanya yang begitu berlimpah dan juga hasilnya sangat enak luar biasa waktu dimakan. Pada akhirnya petani tersebut teringat bahwa sawah dan ladangnya hanya diberikan pupuk dari alam. Disini petani berpikir apakah Sumber Daya Alam (SDA) yang merupakan segala sesuatu berasal dari alam, mungkinkah bisa mengembalikan alam seperti semula. Dimana pertanian dan ladangnya saat ini selalu menggunakan pupuk kimia. Dan dimana hasil pertanian dan ladangnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Zaman terus samakin berkembang dengan segala inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan populasi manusia serta revolusi industri membawa manusia pada era eksploitasi SDA hingga persediannya terus berkurang secara signifikan. Terutama satu abad belakangan ini. Tuhan yang maha kuasa memberikan alam yang cukup indah dan memesona serta dapat memberikan penghidupan bagi mahkluk hidup yang ada di muka bumi. Alam seakan-akan ingin mengatakan kepada manusia sebagai sumber penghidupan untuk semua. Mulai air, udara, tumbuhan dan tanah ingin diperlakukan secara alami dengan baik. Apapun yang diambil dari alam tidak seharusnya diperlakukan secara tidak baik.
Kita sebagai manusia seharusnya berlaku bijaksana, jika alam dijaga kelestariannnya. Petani dan semua manusia tidak menyadari seperti apa harus memperlakukan alam secara baik dan bijaksana itu. Misalkan air, dipergunakan dengan baik dan dikembalikan dalam keadaan bersih tanpa adanya pencemaran. Begitu juga dengan tanah harus diperlakukan dengan baik. Tanah yang subur dapat memberikan hasil dari pertanian maupun perkebunan yang sangat baik dan hasilnya cukup besar.
Indonesia merupakan salah satu negara pertanian terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Tahun 2018 menyebut luas lahan baku sawah terus menurun. Saat ini luas lahan tinggal 7,1 juta hektar, turun dibanding Tahun 2017 yang masih mencapai 7,75 juta hektar.
Pemanfaatan hasil penelitian dapat dilihat dari penyampaian, pemanfaatan dan dampak penggunaan hasil riset. Indonesia memiliki ribuan peneliti dari berbagai lembaga penelitian. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memilki ± 50 satuan kerja dan memiliki sekitar 1.700 peneliti. Dari 50 satuan kerja yang salah satu didalamnya Pusat Penelitian Biologi. Pusat Penelitian Biologi memiliki seorang peneliti yang bernama Sarjiya Antonius, yang mengembangkan Pupuk Organik Hayati (POH). Pria asal Kulonprogo ini, memiliki cita-cita untuk memajukan dan mensejahterakan petani lewat hasil penelitiannya.
Akan tetapi sebagian besar peneliti mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan (mendiseminasikan) hasil penelitian mereka hingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat atau industri. Banyak peneliti punya penelitian yang bagus. Tetapi tidak tersampaikan ke masyarakat dan dunia industri. Hal ini disebabkan komunikasi (diseminasi) hasil penelitian dengan masyarakat maupun stakeholder terbatas. Akibatnya, peneliti tidak mampu berkomunikasi, banyak hasil penelitian yang potensial untuk dikembangkan justru menjadi tidak termanfaatkan alias mandek.
Sarjiya merupakan alumnus S-3 salah satu universitas di Jerman dan kembali ke Indonesia untuk mengembangkan ilmunya di bidang Mikrobiologi. Sarjiya sudah berkeliling hampir 20 provinsi yang ada di Indonesia untuk mendiseminasikan hasil penelitiannya berupa pupuk organik cair hayati. Sarjiya berpendapat dampak praktek pertanian saat ini semakin punahnya agen biokontrol dan serangga penyerbuk. Akibatnya, terjadi ledakan hama dan penyakit, tanaman menjadi semakin rentan terhadap hama dan penyakit, produktivitas lahan semakin turun, semakin menambah biaya saprodi, hilangnya kearifan lokal pembuatan pupuk organik.
Urgensi penggunaan POH yaitu suatu keniscayaan bertani tanpa aplikasi pupuk organik hayati. Pola pikir petani harus diperbaharui dan keterampilan dalam pembuatan POH harus dibekali, didampingi dan menjadi mandiri. POH sangat terjangkau kalau bisa dibuat di tempat secara mandiri . Diseminasi, pelatihan dan alih teknologi terhadap teknologi mikroba agen POH sangat pelik dan tidak mudah. Maka perlu sosialisasi dan pembekalan kepada petani.
Pupuk Organik Hayati (POH)
Pusat Penelitian Biologi LIPI mempunyai peran untuk membantu dalam mensejahterakan masyarakat di bidang pertanian, bantuan bisa dilakukan melalui kegiatan diseminasi informasi ke masyarakat, khususnya petani. LIPI sering melakukan kunjungan atau diseminasi informasi dan mendapatkan apresiasi dari pemangku kebijakan, perusahaan swasta, perguruan tinggi dan masyarakat umum. Bentuk kegiatannya memberi pembekalan (bimbingan) teknis, sekaligus pelatihan pembuatan POH.
Materi dalam pelatihan lebih ditekankan memasyarakatkan ilmu dan mengilmiahkan masyarakat. Misalnya mengelola sistem tanah dengan baik dan tanaman berproduksi dengan optimal. Maka tanah harus terus ditambahkan bahan organik sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme serta untuk meningkatkan kesehatan dan struktur tanah.
Kontribusi Pusat Penelitian Biologi LIPI mempersembahkan sumber daya genetika mikroorganisme untuk memproduksi dan memperkaya pupuk organik menjadi pupuk organik hayati sesuai dengan kondisi lahan pertanian dan kebutuhan petani. POH teknologi yang dikembangkan LIPI bertujuan untuk konservasi dan pemanfaatan kekayaan keanekaragaman sumber daya genetika mikroba asli Indonesia yang berasal dari berbagai daerah. Bahkan berbagai ekosistem untuk menunjang konservasi lingkungan dan pertanian berkesinambungan.
Dimana sisa tanaman dikembalikan ke tanah, seperti daun, seresah, dan kulit buah dikembalikan ke tanah sebagai sumber organik, ditambahkan pupuk kandang dan mulsa (kompos) untuk tanaman jika memungkinkan. Bahan baku dalam pembuatan POH sangat mudah didapat di daerah. Seperti gula merah, agar-agar, air kelapa, telur toge/kecambah dan lain-lain.
Tujuan penggunaan POH yakni menurunkan penggunaan pupuk kimia, meningkatkan masukan nitrogen ke tanah melalui proses penambatan nitrogen dan perombakan biomas, meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman dan meningkat kemampuan akar menyerap nutrisi.
Keunggulan POH diantaranya, mengandung mikroba perakaran unggulan terseleksi yang berasal dari berbagai lingkungan di Indonesia. Sehingga memiliki daya adaptasi yang tinggi pada berbagai kondisi tanah, sepuluh mikroba starter POH memiliki multiaktivitas unggulan sebagai penghasil ZPT (IAA, Cytokinin, Gibberelin) mulai melarutkan P, menambat N, Biopestisida dan asam-asam organik. Selain itu, meningkatkan biodiversitas mikroba menguntungkan di tanah, meningkatkan ketahanan dan menjaga kesehatan tanaman serta meningkatkan produksi tanaman meski dilakukan pengurangan penggunaan pupuk sintesis anorganik maupun meminimalkan penggunaan pestisida.
Lanjut ke depannya, diantaranya pengembangan teknologi pembuatan POH cair menjadi padat dan powder, eksplorasi dan pemberdayaan mikroba indigen (lokal) unggul agen POH, pengolahan dan pemanfaatan limbah organik (pertanian, peternakan, rumah tangga dan pasar) menjadi pupuk organik vermikompos serta pengembangan dan produksi pertanian organik. (*)
Penulis: Suhendra Mulia (Humas Madya LIPI)
No comment