“Kondisi ekonomi sopir saat ini masih jauh dari kata stabil. Kami baru beradaptasi setelah pandemi, dan butuh waktu panjang untuk pulih. Kalau pemerintah memaksa menerapkan batas usia kendaraan sekarang, sama saja mematikan sumber penghidupan kami,” ujar Koordinator Aksi, Nurdin Ahong, di sela-sela orasi, Kamis (23/10).
Nurdin juga menyoroti minimnya dukungan dari lembaga pembiayaan, seperti leasing maupun perbankan, untuk membantu para sopir memperbarui kendaraan mereka. Ia menyebut, tanpa adanya program subsidi atau keringanan dari pemerintah daerah, kebijakan tersebut akan sulit dijalankan.
“Kami bukan menolak perubahan, tapi menolak ketidakadilan. Pemerintah jangan hanya berpihak pada transportasi modern dan perusahaan besar. Sopir angkot juga manusia, juga warga Bogor yang berhak hidup layak,” tegas Nurdin dengan nada emosional.
Selain menunda kebijakan batas usia kendaraan, para sopir juga membawa sejumlah tuntutan utama, di antaranya:
1. Menunda pemberlakuan batas usia kendaraan hingga tahun 2030.
2. Menghidupkan kembali program peremajaan angkot dengan subsidi dari Pemkot Bogor.
3.Membuka jalur baru uji coba angkot di wilayah Ciawi–Parung Banteng–R3–Warung Jambu–Ciparigi.
4.Menerapkan sistem shift bagi AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi) yang masuk ke wilayah Kota Bogor.
5.Mempercepat pembangunan terminal perbatasan di kawasan Ciawi dan Ciluar.
6.Membatasi dan mengontrol jumlah kendaraan online yang dinilai semakin memakan trayek angkot rakyat.
Lebih lanjut, para pengemudi menegaskan bahwa mereka tidak menolak program pemerintah yang bertujuan memperbaiki sistem transportasi di Kota Bogor. Namun, mereka berharap agar kebijakan tersebut diterapkan secara bertahap dan manusiawi, tanpa menyingkirkan nasib ribuan sopir yang menggantungkan hidup dari roda angkot.
“Kami siap mendukung program konversi atau peremajaan kendaraan, tapi harus ada solusi dan waktu yang masuk akal. Jangan biarkan sopir angkot menjadi korban kebijakan yang tergesa-gesa,” pungkas Nurdin Ahong yang menjabata juga sebagai pengurus angkot 8A trayek 25.
Aksi tergabung dalam Badan Hukum Transportasi (BH) dan Kelompok Kerja Sub Unit (KKSU), dengan membawa berbagai spanduk dan poster berisi seruan keadilan bagi para pengemudi.
Aksi sempat memanas, hingga nyaris berujung ricuh, dimana ada sejumlah anggota personel dari Dishub yang mengarah ke Hotel Salak dilakukan pengejaran oleh para demonstran, lantaran kesal. Para sopir angkot juga melakukan penyetopan terhadap Bus BisKita saat aksi berlangsung. (*)



