B-CHANNEL, CIGOMBONG – Peraturan Menteri LHK No P.43 tahun 2017 atas implementasi dari pasal 49 PP 108 tahun 2015 tentang Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dijelaskan khususnya mengenai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) itu bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Hal ini disampaikan Ketua Kelompok Tani PG. Logo Jaya kampung Loji Jajang Eko dalam kegiatan Sosialisasi Permen LHKNo.P.43/MENLHK/Seten/Kum.1/6.2017 di aula wisata Talaga Malimping Cigombong, Kabupaten Bogor. Rabu (24/10/18).
“Setelah kami kaji atas uraian peraturan ini ternyata ada beberapa pasal yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat terutama soal HHBK, bahkan ijin-ijin pelaksanaannya juga diberikan kepada masyarakat setempat bukan kepada perusahaan, “kata Jajang.
Kendati demikian, sambungnya, dalam pelaksanaan dilapangan masih ada sejumlah perusahaan dibeberapa wilayah yang mendapatkan ijin untuk mengelola HHBK. Sementara, masyarakat yang ingin mengelola harus dibawah tekanannya dengan harga perusahaan.
“Karenanya, dengan sosialisasi ini saya berharap masyarakat bisa mengerti demi meningkatkan sumber daya ekonomi, selain itu jika masyarakat mengelola dengan sendiri tidak perlu lagi ada unsur tekanan dari pihak lain. Intinya, bagaimanapun juga masyarakat harus mendapatkan dan menikmati hasil pengelolaannya yang lebih optimal, “ucapnya.
Sementara, Pengendali Ekosisten Hutan (PEH) Taman Nasional Sukabumi, Erlan menjelaskan, adanya pengelolaan HHBK oleh pihak lain terjadi karena pada tahun 2012 dilakukan kerjasama dengan yayasan yang kita belum turun aturan ini. Dimana mengacu pada PP 28 tahun 2011 yang menjelaskan bahwa salah satu manfaat Naman nasional bisa dimanfaatkan hasil hutan bukan kayunnya.
“Caranya bagaimana, waktu itu memang aturan ini belum turun, baru selesai peraturan tahun 2018 melalui Perdirjen no P.6 tahun 2016. Nah sementara kita mencari format, pasalnya saat itu masyarakat dilapangan keos, biasanya nyadap diperhutani bisa difasilitasi, tapi ketika menjadi taman nasional jadi tidak bisa, “ucap Erlan.
Dijelaskannya, saat itu masyarakat yang ingin mengelola HHBK semuanya tidak mampu, sebab rata – rata mengalami kekurangan modal. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhannya itu dikeluarkanlah kebijakan dari pihak taman nasional berupa fasilitasi dengan pihak lain atau mitra kerja dalam pemanfaatan HHBK oleh masyarakat dengan cara membantu menyediakan modalnya, menyediakan peralatan dan juga membelinya.
“Intinya, waktu itu masyarakat tinggal nyadap saja, sebaliknya saat ini
seiring dengan perubahan paradigma pihak pemerintah ingin membangun kemandirian dengan masyarakat, makanya kita didorong agar kerjasama antara taman nasional bisa langsung dengan kelompok masyarakat. Apalagi peraturan P.43 2017 ini bisa mendorong kepada masyarakat dengan membuat kebijakan atau keputusan dengan cara bagaimana, sesuai peraturan kewenangan yang berlaku, “pungkasnya
Reporter: Agus Sudrajat
No comment